Jakarta - Kemajuan teknologi tidak saja membawa dampak positif bagi masyarakat, tetapi juga hal buruk. Peluang itulah banyak dimanfaatkan bagi banyak orang untuk berbisnis.
Namun bisnis yang dilakukan A dan L, yang mengaku pasangan suami istri, tergolong berbeda. Bahkan termasuk bisnis haram. Mereka memanfaatkan sosial media untuk menawarkan tayangan adegan intim atau film porno.
Sejoli ini mempertontonkan adegan ranjang kepada para pelanggannya atau pengguna jasa mereka, dengan imbalan sejumlah uang. Bahkan, setiap pelanggan dapat merekam adegan keduanya.
"Kita selidiki dan pancing. Kamis (19 Mei 2016) malam, keduanya ditangkap di sebuah apartemen," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu 21 Mei 2016.
Namun, tidak mudah menjadi pelanggan A dan L yang masih berumur kepala tiga itu. Biasanya, mereka akan meyakinkan setiap calon konsumen yang akan menggunakan jasa mereka, sebelum mereka menerima sebagai pelanggan.
Mereka juga selektif dalam memilih tempat. Umumnya mereka melakukan di hotel atau apartemen. Bukan hanya merekam, para pelanggan juga bisa ikut 'nimbrung' dalam layanan tersebut atau threesome.
Dalam sekali layanan, keduanya mematok harga Rp 700 hingga Rp 800 ribu. Atau paling tinggi Rp 1 juta. Terkait status suami istri, itu baru pengakuan keduanya, polisi masih menyelidiki.
"Masih kita selidiki, apakah betul mereka sebagai suami-istri," kata Ade.
Di hadapan penyidik Polres Metro Jakarta Selatan, A dan L mengklaim terdesak melakukan bisnis esek-esek ini karena alasan keterbatasan ekonomi.
"Mereka punya dua balita, mereka terhimpit ekonomi," kata Wakil Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Murgiyanto, saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu 21 Mei 2016.
Karena keduanya ditahan kepolisian, dua balita tersebut saat ini dititipkan kepada orangtua mereka. Pasangan tersebut sudah melakoni layanan seksual ini sejak satu tahun lalu.
"Suaminya sudah tidak bekerja, tapi istrinya masih bekerja. Tapi gaji mereka tidak mencukupi untuk biaya hidup," kata dia.
A yang menyandang gelar sarjana information technology (IT), sejak setahun lalu menganggur. Sementara L yang bekerja sebagai pegawai swasta dianggap berpendapatan minim, dan tidak mampu menutupi kebutuhan keluarga.
"Awalnya mereka coba-coba, beradegan di depan orang pertama kali dan enggak dibayar," kata Murgiyanto.
Karena beralasan ekonomi kian menghimpit, mereka muncul ide mengkomersilkan adegan intim keduanya kepada orang lain.
"Ide pertama dari istrinya, gimana kalau mengkomersilkan adegan intim mereka," beber perwira menengah penyandang melati satu itu.
Tanpa pikir panjang, si suami pun setuju. Mereka lalu mencari cara mempromosikan layanan seksual tersebut. Di antaranya dengan cara beriklan di jejaring sosial, cara tersebut dirasa ampuh.
"Jadi atas kesepakatan mereka berdua, tidak ada paksaan dari salah satu pihak," jelas Murgiyanto.
Namun, untuk bisa bertransaksi atau menggunakan layanan seksual ini, A dan cukup ketat menyeleksi calon pelanggannya.
Pelanggan yang hendak bertransaksi harus melalui tahapan-tahapan dalam komunitas yang mereka buat. "Bila sudah dianggap percaya, maka mereka bisa masuk ke lapak," beber Murgiyanto.
"Mereka meminta bertemu dulu untuk meyakini siapa pelanggan mereka. Kalau dianggap sudah nyaman maka akan terjadi transaksi, tapi kalau tidak mereka tidak mau," ujar dia.
Namun, ada yang mengejutkan. Saat si istri beradegan dengan pria lain, si suami justru memfilmkan adegan tersebut. "Pengakuan dia buat koleksi pribadi, tapi ini masih kita dalami," kata Murgiyanto.
Kini polisi masih menelusuri kasus ini, karena diduga ada jaringan di balik praktik eksploitasi seksual pasangan suami-istri ini. "Mereka itu kan ada jaringannya. Ada komunitasnya, ini yang sedang diselidiki," pungkas Murgiyanto.
Keduanya kini mendekam di Mapolsek Metro Jakarta Selatan, untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka dan menjalani proses hukum. Mereka diancam dengan Pasal 34 dan 36 Undang-undang 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan hukuman 10 tahun penjara.
(zz)
Posting Komentar